Senin, 26 Januari 2009

PAJAK SEBAGAI ALAT KAMPANYE

Saat Indonesia sedang dilanda demam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bahkan tahun depan kita akan memilih Presiden yang baru. Sayangnya demam kampaye di indonesia lebih banyak mengubar janji tanpa berkewajiban untuk melaksanakannnya setelah terpilih. Janji yang di umbarpun sekedar membuat rakyat senang dan tanpa ukuran yang jelas. Hal ini berbeda dengan di negara maju yang partisipasi politik rakyatnya sudah sangat baik. Janji pengurangan pajak adalah salah satu isu yang paling sering di kumandangkan, karena tentunya rakyat paling bahagia kalau membayar banyak tidak terlalu besar. Yang paling mengejutkan di Indonesia pada tahun bulan Mei ini Ribuan buruh dari Jakarta, Jawa Barat, dan Banten yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) menuntut kenaikan pendapatan tak kena pajak (PTKP) sebesar Rp 4 juta. Artinya, PTKP yang asalnya Rp1 juta naik menjadi Rp5 juta. (Kompas.com Tanggal: 26 Mei 2008). Hal ini dilakukan karena menurut mereka, ini merupakan konsekuensi dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan oleh pemerintah. Tuntutan buruh ini di sampaikan kepada tiga menteri, yaitu Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalah, Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa, dan Menteri Tenaga Kerja Erman Subarno.Sebagaimana kita ketahui, saat ini Pemerintah dan DPR sedang merampungkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pajak Penghasilan (RUU PPh). Salah satu masalah yang alot di bicarakan adalah mengenai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Namun akhirnya usulan pemerintah untuk hanya menaikan tarif pendapatan tidak kena pajak (PTKP) Rp 15,8 juta per tahun di setujui oleh sebagian besar fraksi di di Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pajak Penghasilan (RUU PPh). (investor Daily Indonesia Tanggal 8 juli 2008).Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sebelumnya mencatat, PTKP 2007sebesar Rp 13,2 juta/tahun dengan PTKP istri dan anak masing-masing Rp 1,2 juta/tahun, untuk maksimal dua anak. F-PDIP dalam pembahasan di Panja RUU PPh pekan lalu menjadi satu-satunya fraksi yang menolak pendapatan tidak kena ajak (PTKP) Rp 15,8 juta per tahun. Fraksi tersebut mengusulkan tarif PTKP di level Rp 24 juta per tahun, sehingga tidak erlalu menekan daya beli masyarakat. F-PDIP masih menghitung besaran PTKP yang diusulkan pemerintah dan beberapa anggota panja lainnya. Dengan tarif Rp 15,8 juta/tahun ditambah upah minimum regional (UMR) yang sudah mencapai Rp 1,1 juta/bulan, batasan tersebut sangat memberatkan masyarakat.Dalam alam demokratisasi ini memberikan janji yang menyenangkan rakyat tentunya berarti menambah jumlah pemilih. Janji yang pasti dapat membuat rakyat senang adalah mengurangi pajak sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju. Di masa yang akan datang pemimpin yang dapat membuat rakyat senang tentunya yang akan terpililh sebagai pemimpin rakyat. Pajak adalah salah satu komoditas janji politik dimasa datang untuk menarik hati pemilih secara instan dan mudah dilaksanakan.Tidak perlu khawatir, pemimpin yang cerdas dan kreatif tentunya akan lebih memilih untuk mendayagunakan sumberdaya manusia dan alam serta menghilangkan korupsi sebagai alternatif pengurangan pajak atas janji politik yang dilakukannya, dari pada menekan rakyat dengan meningkatkan tarif pajak atau mengusulkan tarif PTKP yang memberatkan rakyat. (








Tidak ada komentar:

Posting Komentar